Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan bahwa pembubaran partai politik yang paling demokratis adalah melalui proses pemilihan umum.
“Parpol boleh dibubarkan dan pembubaran yang paling demokratis dan alami adalah melalui tahapan pemilu,” tegas Anas disela-sela bedah buku “Pembubaran Partai Politik” yang ditulis Ali Syafaat di Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jumat [18/03].
Menurut dia, kalau ada parpol yang berkali-kali mengikuti pemilu dan tidak laku (perolehan suaranya sangat minim), berarti rakyat secara tidak langsung tidak menghendaki parpol tersebut dan secara tidak langsung juga telah membubarkan parpol tersebut.
Memang, lanjutnya, pembubaran itu tidak dilakukan secara formal, tapi dilakukan lebih alami. Itu artinya, parpol tersebut tidak dikehendaki oleh masyarakat sebagai wadah aspirasi maupun alat perjuangannya rakyat.
Oleh karena itu, katanya, isu pembubaran parpol tersebut cukup penting karena berhubungan langsung dengan rekayasa demokrasi.
“Tapi rekayasa ini jangan diartikan atau ditafsirkan sebagai sesuatu yang negatif, sebab rekayasa demokrasi disini sebagai upaya penataan yang sungguh-sungguh,” ujarnya menambahkan.
Demokrasi, tegasnya, sudah menjadi pilihan seluruh komponen bangsa Indonesia, sehingga harus dijalankan dengan sungguh. Dalam demokrasi, parpol memang memiliki peran yang sangat penting, namun parpol seperti apa yang bisa menjadi pilar sekaligus sebagai mesin penggerak demokrasi.
Parpol yang bisa bisa menjadi pilar dan mesin penggerak demokrasi adalah parpol yang tidak dikelola secara feodalistik maupun dengan cara seperti perusahaan, tetapi seperti organisasi yang modern dan dikelola secara modern pula termasuk efektifitas kebijakannya.
Ia mengakui, sampai saat ini masih belum ada parpol yang seperti itu, yang sempurna (ideal). Yang ada saat ini adalah parpol-parpol yang berikhtiar sedang menuju ke arah yang sempurna.
Untuk menjadi parpol yang ideal, katanya, parpol harus membuka diri terhadap kritik dari masyarakat, apalagi kalau kritik yang disampaikan itu merupakan kritik yang konstruktif dan solutif, pasti akan menjadi energi yang membantu parpol untuk memperbaiki diri, di samping parpol itu sendiri juga berupaya melakukan perbaikan.
Jika ada parpol yang anti kritik, tegasnya, maka parpol itu tersebut melakukan aksi bunuh diri secara perlahan.
Menyinggung jumlah parpol di Indonesia yang cukup banyak Anas mengatakan, sesungguhnya rakyat tidak mengharapkan atau membutuhkan parpol dengan jumlah yang banyak.
“Yang dibutuhkan rakyat adalah parpol yang efektif bekerja dan menjalankan fungsinya dengan baik. Bagaimana sekarang upayanya untuk mengerucutkan jumlah parpol ini agar tidak sebanyak saat ini,” ujarnya. Menurut dia, kalau terlalu banyak parpol tetapi tidak bekerja dengan baik akan menimbulkan krisis politik. (ant )